Menarik Gaes; Bagaimana Sejarah Gamelan di Indonesia
Sejarah Gamelan di Indonesia
Sejarah Gamelan - Musik yang dihasilkan dari alat musik gamelan merupakan gabungan dari beberapa pengaruh asing yang beragam. Wujud relasi nada dari Cina, instrumen perunggu dari Asia Tenggara, kendang dan bunyi tangga nada modal dari India, senar busur dari timur tengah, dan bahkan gaya militer dari Eropa berkontribusi pada musik tradisional yang kita dengar di Jawa dan Bali saat ini.
Bagaimana Sejarah Gamelan
Gamelan Pertama
Di antara bukti-bukti paling awal dari instrumen gamelan adalah serangkaian ukiran relief batu di Candi Borobudur, Jawa Tengah pada sekitar tahun 800 M.
Pada relief Borobudur tersebut digambarkan bilah instrumen perkusi pertama di dunia. Hal ini tampak seperti xilofon/xylophone bergaya gambang dengan sepuluh palang/bilah lebar yang bertumpu di atas ruang resonator. Belum diketahui pasti, namun bilah-bilah tersebut kemungkinan besar terbuat dari bahan kayu atau logam.
Relief candi Borobudur menggambarkan penggunaan alat musik |
Alat musik tersebut diperlihatkan dimainkan dengan dua tongkat dengan ujung berbentuk bola-bola besar yang diduga lunak. Simbal menyerupai ceng ceng kopyak Bali yang digunakan dalam musik seremonial modern, seperti pada alat musik kendang dua tangan, yang tampak menyerupai gentong Jawa dan gaya kerucut Bali (ghatam).
Alat musik ghatam |
Relief Borobudur dan candi-candi Jawa Tengah lainnya pada masa itu, termasuk Prambanan dan Candi Sari, menggambarkan banyak instrumen lain termasuk sitar, kecapi, harpa, talenang/belanga (ghatam), dan transverse flutes (seruling melintang/sulim). Sebagian besar instrumen tersebut sudah punah di Indonesia saat ini, mungkin hanya diukir dari ingatan pengrajin kala itu. Hanya instrumen dengan bilah, simbal, dan kendang yang tersisa. Khususnya yang absen dari semua relief periode itu adalah gong.
Alat Musik Gong Pertama
Gong pertama kali muncul dalam ukiran abad ke-13 dan ke-14, di antara candi-candi kerajaan Hindu Majapahit. Ukiran ini menggambarkan gong kecil, sering dipasang berpasangan pada tiang atau digantung sendiri-sendiri dengan tali di tangan dan dimainkan dengan palu berbahan lunak.
Kemudian juga terlihat kemajuan signifikan dalam instrumen bilah sejak zaman Borobudur, termasuk gambang dengan empat alat pemukul dari jenis yang masih digunakan di Bali untuk upacara kremasi. Bilah alat musik Gangsa, terbuat dari perunggu, yang diperpanjang, dan alat musik gender serta saron masih dapat ditemukan. Bukti paling awal dari resonator akustik yang ditata—terbuat dari tabung bambu yang memperkuat suara bilah logam—juga muncul pada periode ini.
Relief-relief Jawa Timur yang menonjol adalah gambar-gambar yang menyerupai sitar dan alat musik gesek yang dipetik lainnya seperti yang digunakan saat ini di India. Banyak kendang yang digambarkan pada periode ini juga sangat mirip dengan kendang mridangam dan pakhawaj dari India. Instrumen-instrumen ini punah di Indonesia, dan sekali lagi mungkin sudah tidak pernah diproduksi lagi di masa modern, tetapi kehadirannya saat itu menunjukkan pengaruh budaya asing yang kuat.
Gong kemungkinan besar tidak berasal dari Indonesia. Tidak ada bukti perkembangan gong perunggu di Indonesia sebelum abad ke-13. Mereka hanya tergambar sebagai instrumen seni ( alat musik ), lengkap dengan bagian tengah yang diembos dan cangkang yang dalam. Asia Daratan, bagaimanapun, menampilkan lebih banyak variasi gaya gong perunggu, termasuk cangkang yang lebih dangkal, wajah datar, dan garis silsilah perkembangan yang jelas.
Literatur kuno menunjukkan bahwa gong mungkin telah dikenal dan digunakan di Indonesia pada awal abad ke-9. Penggunaan aslinya mungkin sebagai instrumen pertempuran, suara yang digunakan untuk memotivasi tentara, serta bersamaan menimbulkan rasa takut pada musuh mereka. Tapi, ketidakhadiran mereka pada catatan batu paling awal menunjukkan bahwa mereka relatif jarang ada sampai saat itu. Mungkin mereka bukan alat musik kelas penguasa, atau juga tidak memiliki tujuan penggunaan dalam ritus keagamaan yang penting.
Majapahit adalah tempat semua elemen utama gamelan modern bersatu. Gong perunggu yang dipadukan dari pengaruh India dan Asia Tenggara, serta musik dan instrumen "pribumi" dari budaya Jawa Tengah yang membangun Borobudur, menjadikan Jawa Timur sebagai tempat lahirnya gamelan seperti yang kita kenal sekarang. Pengaruh Majapahit kuat di seluruh Indonesia dan Filipina selatan, dan juga mencapai jauh ke daratan Asia Tenggara.
Pemisahan Bali dan Jawa
Gamelan Bali dan penarinya |
Pada abad ke-14, orang-orang dari timur tengah memperkenalkan agama Islam ke Indonesia. Saat itu juga era jatuhnya kerajaan Majapahit dimulai. Mereka yang ingin tetap beragama Hindu diasingkan ke Bali, di mana mereka relatif terisolasi selama ratusan tahun.
Gamelan yang kita dengar di Bali saat ini adalah hasil turunan langsung, hampir murni, dari musik periode Majapahit. Banyak instrumen di Bali yang persis sama dengan yang dicatat oleh para pemahat batu di Jawa Timur lebih dari enam abad yang lalu. Tapi, sementara alat perdagangannya tetap sama, musiknya telah berubah dan berkembang. Setiap generasi musisi di Bali memberikan cap pribadi pada musik mereka. Variasi tambahan di sana sini atau komposisi baru untuk ritual tertentu, bertambah terus selama lebih dari 600 tahun. Perubahan selera musik populer ( masyarakat ) juga berpengaruh.
Di Jawa, kerajaan Mataram Islam baru dimulai, dan musik serta alat-alat musik pun banyak berubah. Di Bali, kita masih menemukan ansambel homogen terutama dari perunggu, besi, bambu, dan lainnya. Tetapi, di Jawa Tengah, instrumentasi yang beragam ini digabungkan menjadi satu orkestra. Juga penggabungan antara dua tangga nada, slendro dan pelog, yang tetap eksklusif untuk ansambel dan ritual tertentu di masa Majapahit. Meskipun tangga nada dan bahkan melodi mungkin tetap sama, teori di balik itu diubah untuk menciptakan sistem tangga nada modal "patet" Jawa.
Kerajaan Mataram Jawa bertanggung jawab atas kemajuan teknik pengecoran perunggu untuk menghasilkan gong yang berukuran sangat besar yang menjadi instrumen pokok gamelan Jawa dan Bali modern. Desa Semarang di pantai utara Jawa Tengah menjadi pusat pembuatan gong modern di Indonesia, memasok instrumen ke sebagian besar Jawa, Sumatera, Bali, Kalimantan, dan pulau-pulau sekitarnya.
Penggunaan dan tujuan musik gamelan di pulau Jawa juga direvisi oleh Mataram. Awalnya, gamelan dimainkan di kuil-kuil luar untuk ritual keagamaan, untuk memudahkan proses trance dan untuk mengundang roh leluhur. Tapi di Jawa, ibadah keagamaan dialihkan ke istana kerajaan, sedang candi Hindu dan Budha lama dibiarkan membusuk.
Perubahan sosial ini mengakibatkan munculnya banyak perbedaan estetis antara gaya musik Bali dan Jawa. Musik di Jawa berpindah dari kuil terbuka ke panggung beratap besar di dalam istana. Palu pemukul alat musik perlu dilunakkan untuk memungkinkan instrumen bergema di dalam ruang dengan cara yang lebih easy listening. Bentuk juga diperkecil dan memanjang untuk memanfaatkan mode akustik baru dan menghemat ruang penempatannya. Musik sebagian besar menjadi pencarian intelektual kaum aristokrat dan musisinya menjadi pelayan istana.
Gamelan Abad ke-20
Seratus tahun terakhir telah membawa perubahan besar baik dalam musik Bali maupun Jawa. Musisi Bali yang lebih tua berbicara tentang saat-saat ketika tempo musik dimainkan lambat dan kurang intens variasinya. Sedang musisi Jawa yang lebih tua menceritakan kisah-kisah tentang peristiwa besar di istana yang sekarang jarang terjadi serta komposisi musik yang kurang. Gaya kebyar Bali merupakan produk abad ini, begitu pula dengan teknik permainan bonang imbal-imbalan dan kembangan yang khas menandakan bunyi gamelan Jawa masa kini.
Musik gamelan terus berubah dan berkembang baik gaya maupun tujuannya. Sekolah seni pertunjukan milik pemerintah adalah institusi baru pelindung gamelan yang ikut mengarahkan masa depan musik ini. Mahasiswa di institusi pendidikan ini dituntut untuk menciptakan musik dan tarian baru, memperluas cakupan dan popularitas gamelan baik di dalam negeri ataupun luar negeri.
Alat musik gamelan tetap menjadi sebuah orkestrasi yang mahal. Bukan hanya nilai pembuatannya, namun karena nilai sejarahnya. Fakta uniknya pun masih terus digali. Selain efek teraputik dari frekuensi bunyi-bunyiannya, gamelan juga sangat memiliki makna mendalam perihal spiritual.
Semoga artikel pendek mengenai Sejarah Gamelan di Indonesia ini dapat membuka semakin banyak rasa kepedulian kita akan alat musik tertua ini. Jangan lupa komentar bila ada yang ingi ditambahkan atau diralat.
Semoga bermanfaat.
*Disarikan dari berbagai sumber.
Sumber gambar:
wikipedia.org
Posting Komentar untuk "Menarik Gaes; Bagaimana Sejarah Gamelan di Indonesia "