Tentang Arkeologi Prasejarah Indonesia
Tentang Arkeologi Prasejarah Indonesia |
Arkeologi Prasejarah Indonesia
Arkeologi Prasejarah Indonesia - Pulau Jawa merupakan salah satu sekuen terlama yang terbukti sebagai tempat tinggal manusia di dunia. Penelitian yang dilakukan dengan intensitas yang meningkat selama lebih dari 20 tahun terakhir telah menyingkap banyak rahasia serta mengungkap banyak informasi baru dan penting tentang penduduk paling awal di Asia Tenggara beserta artefak-artefaknya.
Naik turunnya permukaan laut selama jutaan tahun terakhir, akibat turun dan naiknya lapisan glasial serta pergantian periode basah dan kering, memiliki implikasi penting bagi evolusi manusia di Jawa. Situs potensial pantai laut purba dan lembah sungai di benua yang terendam yang terletak di bawah Laut Jawa dan Laut Cina Selatan hilang dari pandangan para arkeolog. Yang tersisa hanyalah fosil hominid Jawa dan peralatannya.
Posisi hominid awal Asia Tenggara dalam proses evolusi manusia modern masih dipertanyakan. Banyak penelitian terbaru menunjukkan bahwa semua manusia modern berasal dari nenek moyang Afrika. Namun, hubungan antara manusia purba Afrika dan Asia tidak jelas. Fosil-fosil Jawa menunjukkan periode evolusi yang panjang yang sejajar dengan bentuk-bentuk Afrika. Tampaknya, setidaknya mungkin, bahwa hominid Afrika dan Asia awal merupakan bagian dari garis gen tunggal. Dengan demikian orang Jawa juga akan berpartisipasi dalam proses umum perkembangan manusia modern.
Kita tidak tahu kapan orang Indonesia mulai mendomestikasi sumber makanan, atau pun mengolah logam. Banyak tumbuhan modern umum yang hampir dipastikan pertama kali didomestikasi di Indonesia. Hewan seperti ayam, bebek, anjing, dan babi juga dipelihara oleh petani Indonesia awal. Menjelang akhir zaman prasejarah, orang Indonesia mengerjakan perunggu menjadi alat keperluan ritus/upacara besar. Bukti-bukti tahap awal evolusi teknologi masih harus ditemukan lebih banyak lagi.
Data baru yang dikumpulkan setelah tahun 1970 menunjukkan bahwa orang Indonesia telah mulai mengembangkan organisasi sosial yang kompleks sebelum kontak dilakukan dengan pusat-pusat kebudayaan di luar daerah. Teori yang lebih tua mengklaim bahwa peradaban awal Indonesia berutang mengenai eksistensi mereka kepada imigrasi ataupun inspirasi langsung dari India.
Data baru Indonesia prasejarah akhir menunjukkan bahwa perkembangan lokal merupakan kunci terbentuknya kerajaan-kerajaan Indonesia yang ada pada awal sejarah. Gambaran kita tentang Indonesia prasejarah masih dalam perkembangan. Hanya untuk Jawa dan Bali, ada kemiripan kerangka kerja yang cukup untuk mencirikan rangkaian perkembangan prasejarah. Sedang untuk wilayah dan pulau lain, informasi yang didapat sangat minim, bahkan tidak jarang kosong sama sekali.
Masalah Data Prasejarah Indonesia
Prasejarah Indonesia terdiri dari serangkaian tanggal yang dipisahkan oleh periode panjang yang tidak ada buktinya. Jadi, belum memungkinkan untuk membahas prasejarah Indonesia dalam kaitannya dengan urutan evolusi manusia atau budaya. Tanpa bukti dari tahap peralihan kita tidak dapat mengetahui bagaimana atau mengapa satu tahap berkembang menjadi tahap berikutnya.
Distribusi bukti secara geografis juga tidak merata. Selama 10.000 tahun sebelum masehi kita hampir tidak tahu apa-apa tentang Sumatera dan Jawa, yang pasti merupakan pusat inovasi teknis dan sosial yang penting. Untuk manusia purba, misalnya, salah satu kontroversi utama melibatkan pertanyaan apakah hanya Afrika yang bertanggung jawab atas perkembangan Homo sapiens.
Situs tempat ditemukannya fosil manusia purba yang berasosiasi langsung dengan perkakas masih sangat langka. Dibandingkan dengan wilayah lain di dunia, pengetahuan kita tentang Zaman Batu Tua di Indonesia sangat minim. Ketika manusia modern muncul, mereka mungkin datang sebagai pendatang dari barat, tetapi mungkin juga manusia modern berutang setidaknya sebagian dari nenek moyang mereka kepada bentuk pramanusia yang fosilnya telah ditemukan di Jawa. Hominid Jawa tidak statis, tetapi mengikuti jalur evolusi menuju manusia modern secara anatomis yang sejalan dengan perkembangan yang ditemukan di Afrika.
Kesulitan serupa juga terjadi pada studi tentang pertanian Indonesia awal. Beberapa tanggal awal menunjukkan bahwa umbi-umbian dan tanaman umbi-umbian lainnya sudah dibudidayakan 10.000 tahun yang lalu di New Guinea. Namun, tetap belum ada data yang pasti tentang domestikasi tanaman pangan penting di Indonesia.
Masalah Periodisasi Prasejarah Indonesia
Pembabakan zaman prasejarah berdasarkan arkeologi
Salah satu tujuan dari mereka yang mempelajari masa lalu adalah untuk mengidentifikasi periode waktu yang ditandai oleh beberapa ciri budaya yang kuat. Di Eropa Abad Kegelapan, Periode Abad Pertengahan, Renaisans, dan Pencerahan, telah diidentifikasi sebagai periode yang bersejarah. Periode prasejarah dibagi menjadi zaman-zaman yang dinamai berdasarkan jenis teknologinya: Paleolitik (Zaman Batu Tua), Mesolitik (Tengah), Neolitik (Zaman Batu Baru), Zaman Perunggu, dan Zaman Besi.
Di Indonesia ada gaya penulisan tradisional yang berhubungan dengan masa lalu. Ini termasuk kategori seperti hikayat, babad, dan tambo, yang semuanya merupakan khazanah persepsi tradisional masa lalu yang dipegang oleh berbagai kelompok di Nusantara. Gaya penulisan ini tidak membagi masa lalu menjadi periode waktu; sebaliknya tulisan-tulisan ini hanya menekankan kesinambungan dan sifat siklus dari peristiwa-peristiwa sejarah.
Selama abad ke-19, para peneliti Barat mulai menyelidiki sejarah Indonesia dengan menggunakan pendekatan-pendekatan yang didasarkan pada asumsi bahwa tahapan dari rangkaian perkembangan Eropa dapat diterapkan secara universal. Mereka mulai mengumpulkan sumber-sumber sejarah otentik yang terhindar dari atmosfer Indonesia (modern). Awalnya sumber yang dieksploitasi adalah sastra dan prasasti. Baru kemudian diikuti oleh penelitian arkeologi pada bermacam-macam candi. Penelitian prasejarah baru dimulai pada tahun 1920-an.
Menyusun Kronologi Prasejarah
Pembabakan berdasarkan arkeologi
Periodisasi prasejarah Indonesia akan memungkinkan kita untuk mengamati dan memahami perkembangan sejarah sebagai proses, bukan kumpulan acak dari peristiwa yang terpisah. Para peneliti awalnya meniru sistem yang digunakan di Eropa, berdasarkan aplikasi teknologi.
Perubahan budaya diasumsikan karena migrasi. Pada awal tahun 1920-an penelitian prasejarah pertama di Indonesia sangat terbatas dikarenakan kurangnya tenaga ahli. Pelopor di bidang ini, P.V. van Stein Callenfels, A.N.J. Thomassen Thuessink van der Hoop, dan H.R. van Heekeren, misalnya, menggunakan periodisasi Zaman Paleolitik, Mesolitik, Neolitik, Perunggu, dan Besi (terkadang menggabungkan perunggu dan besi menjadi satu Zaman Logam awal).
Di Indonesia diperkenalkan fase khusus, disebut Megalitik. Di Eropa, sisa-sisa seperti itu juga ada, tetapi tidak ada periode terpisah yang ditentukan oleh itu. Hal ini disebabkan fakta bahwa tinggalan megalitik tidak didistribusikan secara luas di Eropa seperti di Indonesia. Penyebaran tinggalan megalitik di Indonesia menandakan suatu pola budaya yang khusus, yang pada mulanya dianggap merupakan sebuah tahapan perkembangan kronologis yang unik.
Untuk mengklarifikasi banyak masalah dalam prasejarah Indonesia, perlu menunggu sampai masa setelah Perang Dunia II, ketika kemajuan dicapai di beberapa bidang, termasuk teori dan juga teknik seperti radiokarbon dan bentuk penanggalan mutlak lainnya. Status fase 'Megalithic' telah dievaluasi kembali. Kini diakui bahwa tradisi megalitik yang 'hidup' masih ada di berbagai wilayah Indonesia sebagai warisan zaman prasejarah.
Hal seperti ini menimbulkan pertanyaan, apakah pembagian yang hanya berdasarkan teknologi dapat dengan tepat mewakili dinamika evolusi budaya. Banyak penemuan yang diketahui membawa unsur-unsur 'Neolitik' yang bertahan hingga periode masyarakat pengguna logam. Diduga juga artefak gaya Mesolitik bertahan dan terus hingga membentuk bagian dari kumpulan yang kemudian disebut Neolitik berdasar gayanya.
Jelas bahwa periodisasi prasejarah Indonesia yang lebih tua tidak dapat diterima. Periode Eropa didefinisikan berdasarkan hubungan antara bahan yang digunakan untuk perkakas dan subsistem budaya lainnya: struktur politik dan ekonomi, misalnya. Para arkeolog kini telah menemukan bahwa korelasi antara teknologi dan bidang budaya yang lebih luas pada prasejarah Eropa tampaknya tidak akurat untuk diterapkan dalam penyusunan kronologi sejarah Indonesia.
Model Indonesia
Sistem periodisasi baru untuk prasejarah Indonesia harus dibuat. R.P. Soejono, ahli prasejarah paling terkenal di Indonesia, mengusulkan tiga tahap periodisasi untuk memperhitungkan kemungkinan-kemungkinan ini: periode Berburu-Berkumpul, dilanjutkan dengan Periode Pertanian, dan akhirnya Periode Perundagian (craftmanship). Sistem ini dapat dikembangkan lebih lanjut dengan mengidentifikasi subdivisi dalam tiap periode.
Model ini didasarkan pada model tradisional, dan perlu pengujian lebih lanjut di lapangan. Perlu untuk mendapatkan perbandingan dengan model lain, serta tanggal yang lebih absolut. Tujuan dari model ini adalah untuk memberikan tekanan yang lebih besar pada hubungan yang kompleks antara lingkungan, manusia, dan budaya dari satu variabel, teknologi. Namun model ini masih mirip dengan yang lama, dan masih dibutuhkan waktu penyempurnaan yang lebih banyak agar mode ini dapat dipakai.
Masyarakat Indonesia prasejarah pada masa peralihan ke masa sejarah berada pada Masa Pertanian (atau Masa Pertanian Lanjutan) dan Penggunaan Logam berikutnya. Penelitian menunjukkan bahwa masyarakat telah diatur secara kompleks saat itu, dengan sistem stratifikasi dan kepemimpinan yang dilembagakan. Para pemimpin dan asisten mereka bertanggung jawab atas pelestarian dan kesejahteraan masyarakat.
Dalam sistem ini kepemimpinan didasarkan pada kepercayaan daripada otoritas yang diwariskan. Mereka yang menunjukkan kemampuan untuk memimpin akan menerima penghormatan, dan hingga penghormatan setelah kematian, seperti yang ditunjukkan oleh persembahan penguburan yang ditemukan pada Zaman Pertanian dan Zaman Perundagian. Situs upacara ritual kelompok megalit dan kuburan lempengan dengan dinding bercat menunjukkan lebih dari sekadar upaya manusia primitif untuk menunjukkan rasa penghormayan ini. Selama itu pula unit-unit sosial terbentuk dan berkembang menjadi kerajaan-kerajaan kuno.
Periodisasi Prasejarah Indonesia
Pembabakan zaman berdasarkan arkeologi
Periode Berburu-Berkumpul.
Masyarakat yang berkembang pada tahap ini mendiami daerah dataran rendah. Bentuk artefak utama mereka adalah alat potong, serpih, dan alat tulang. Orang-orang tinggal dalam kelompok kecil yang terdiri dari empat sampai lima keluarga (terdiri dari sekitar 20 hingga 30 orang).
Ilustrasi periode berburu-berkumpul |
Mereka bermigrasi secara musiman dari satu zona sumber daya ke zona lainnya. Pada waktu tertentu dalam setahun mereka mungkin bertemu kelompok lain untuk kegiatan seremonial. Peralatannya sedikit dan sederhana, memungkinkan orang untuk sering berpindah-pindah.
Periode EpiPalaeolitik dan Perburuan.
Ilustrasi periode perburuan |
Selama periode ini kelompok terutama menghuni gua. Mereka menghasilkan bilah dan perkakas batu. Beberapa kelompok menjadi lebih terspesialisasi dalam berburu mangsa tertentu, dan secara bertahap mengembangkan peralatan yang lebih bervariasi agar sesuai dengan aktivitas tertentu.
Berbagai macam tanaman dan makanan air seperti ikan, kerang, dan burung air dan mamalia menjadi pilihan sumber makanan. Beberapa kelompok menjadi setengah menetap. Peralatan berbahan tulang juga masih digunakan.
Periode Pertanian
Ilustrasi periode perpertanian |
Periode ini melihat perkembangan tradisi Neolitik. Orang-orang mulai tinggal di desa permanen dengan populasi 300 hingga 400 orang. Beberapa bagian dari populasi masih menghuni gua. Teknologi berubah dan perkakas batu diproduksi menggunakan teknik baru seperti menggiling dan memoles.
Jenis artefak utama termasuk kapak, kapak dan gelang tanah, dan juga bilah. Wadah penyimpanan tembikar dibuat untuk menyimpan makanan dan benih untuk ditanam kembali. Manik-manik juga dibuat untuk dekorasi. Orang-orang mungkin mempraktekkan kultus nenek moyang dan kekuatan alam, dan belajar bagaimana menjinakkan tanaman dan hewan. Beberapa kelompok menunjuk pemimpin, awal dari sistem politik.
Periode Perundagian
Ilustrasi periode perundagian |
Zaman perundagian (zaman logam) adalah dimana pengerjaan logam dimulai. Besi dan perunggu mungkin diperkenalkan hampir bersamaan. Bahan-bahan baru ini akhirnya menjadi simbol status, karena hierarki sosial menjadi terdiferensiasi.
Perdagangan logam jarak jauh termasuk bijih dan produk jadi dikembangkan. Emas digunakan untuk perhiasan dan persembahan penguburan. Monumen-monumen keramat yang menggunakan batu-batu besar yang diletakkan di teras-teras mulai dibangun.
*dirangkum dari berbagai sumber.
Sumber gambar:
wikiwand
wikipedia.org
Posting Komentar untuk "Tentang Arkeologi Prasejarah Indonesia"